Minggu, 01 Mei 2011

Sandal


Sandal, sandal lagi. Tak pernah hari-hariku bebas dari urusan sandal, mulai dari sandal hilang, sandal ketuker, sampai sandal ketinggalan. Kadang berangkat pake sandal hijau pulang bawa sandal merah, atau sama-sama sandal hijau tapi bedanya yang tadi dibawa baru nah pas sampai rumah jadi jelek.
“Madun…..!” Pasti gara-gara sandal. Ah dasar sandal selalu bikin gara-gara.
“iki kok jadi kayak gini sandalnya, baru kemarin beli sekarang udah tipis,”
Yang diomeli diam pura-pura tak dengar. Males, Cuma bikin telinga tambah panas, hati tambah sakit. Kicau burung itu tak akan berhenti sampai nanti malam.

Sandal baru telah sampai di sebuah rumah, entah rumah siapa tadi si pemilik sandal meninggalkannya di depan musholla. Buru-buru mau mengantar dagangan ke pondok, jadilah dia lupa kalau sandal hijaunya tadi bukan yang ini, sandal hijaunya bukan yang ada di depan musholla, tapi tadi dia sembunyikan di samping musholla, ketutup sebuah batu bata, jadi tak mungkin ada yang melihat, tak mungkin juga orang akan menukar sandalnya.

Si pemilik sandal buntut keluar dari musholla celingukan mencari sesuatu. Apalagi kalau bukan sandal hijau buntut miliknya yang belum pernah ganti sejak setahun yang lalu, sampai putus beberapa kali disambungnya lagi dengan lilin.
“Sial. Udah jelek masih juga ada yang ambil.” Batin si pemilik sandal buntut.
Ia mencari ke sudut yang lain, siapa tahu ada yang pinjam tidak dikembalikan ke tempatnya, atau mungkin ada yang sedang usil menyembunyikan sandalnya. Mungkin anak-anak kecil itu, sudah sering para kakek jadi korban mereka. Melihat kakek-kakek kebingungan mencari sandal adalah sebuah hiburan gratis buat mereka.
Si pojokan, tak ada, pojokan yang lain, kosong, hingga matanya baru saja melihat sesuatu di balik batu bata, didekatinya, lalu dia tengok.
“Sandal siapa ini.” Batinnya, si pemilik sandal buntut tolah toleh ke kanan, ke kiri, ke dalam mushollah, tak ada orang. Dia melangkah ke belakang, tak ada orang.
“lalu sandal siapa ini.” Diperhatikannya sepasang sandal itu, bukan miliknya. Lalu siapa yang sengaja meninggalkannya? Apa sengaja seseorang menukarnya. Ah, Tidak. Kalau sengaja, pasti dia tidak akan membuat si pemilik sandal buntut kebingungan dengan menaruhnya di balik batu bata. Kenapa tidak ditaruh saja pas di depan musholla? jadi pas keluar dia langsung lihat.
Ah, mungkin orang itu pikun naruh sandal di mana, makanya sandalku jadi sasaran.
Si pemilik sandal baru masih memutar otak mencari-cari siapa yang kira-kira menukar sandalnya. “Dasar watak pencuri, pura-puranya saja ke mushollah, sandal orang diambil.”

Cerita tentang sandal jadi pembicaraan satu kampung. Tentang seseorang yang suka mencuri sandal. Tapi entah kenapa yang jadi korban selalu si Madun, pemilik rumah di samping mushollah. Pernah sekali seorang Pak Kaji kehilangan sandal, tapi ternyata pencurinya orang luar kampung. Sekarang orang itu tak pernah ke sini. Pernah juga Wak Supri kebingungan kehilangan sandal tapi ternyata disembunyikan sendiri oleh cucunya. Sekarang cucunya sudah tobat semenjak masuk ke pesantren. Dulu malah sering, kakek-kakek kehilangan sandal, eh ternyata sandal disembunyikan di kolong musholla, ada juga yang ketemu di kamar mandi, ada yang menyelempit diantara vas-vas tanaman, ada yang tiba-tiba sudah ada di rumah. Siapa lagi pelakunya kalau bukan geng si kurcil, anak kecil usia TK dan SD yang suka usil pada kakek-kakek. Sekarang mereka sudah besar, ada yang sekolah sma, ada yang kerja, ada yang masuk pesantren, tak ada lagi si kurcil yang suka menyembunyikan sandal. Lalu siapa? Sejak si kurcil masuk usia remaja, tak ada lagi pembicaraan tentang sandal di kampung. Hingga suatu ketika kedatangan seorang lelaki dari pondok, membuat cerita baru tentang sandal.

Madun. Lelaki usia 25 tahun baru saja lulus dari pesantren. Kabarnya dia baru saja ditugaskan ke Madura, menjadi seorang ustadz selama setahun. Lalu lulus dengan prestasi yang membanggakan. Madun jadi pembicaraan ibu-ibu di emperan, yang sedang sibuk memilih belanjaan, ada sayur, ikan, tempe, tahu, dan rempah-rempah.

“Siapa kira-kira ya yang jadi jodoh si Madun?”
Bukan karena mereka mengharapkan punya mantu Madun, tapi si Madun yang pendiam dan tidak pernah berinteraksi dengan perempuan bagaimana bisa mendapapatkan seorang gadis untuk menjadi pendamping hidupnya.

Kedatangan Madun membuat cerita baru tentang sandal. Kali ini bukan kakek-kakek yang kehilangan sandal karena dicuri oleh geng kurcil. Atau sebaliknya kakek-kakek balas dendam menyembunyikan sandal-sandal bocah kecil. Kali ini yang kehilangan sandal ada pemuda dewasa berusia 25 tahun, entah kenapa dia yang selalu jadi sasaran. Sebenarnya ada lagi 5 pemuda lain yang sebaya dengannya, tapi mereka tak pernah ketimpa sial. Atau mungkin pencurinya sengaja memilih pemuda pesantren untuk menguji iman, bagaimana hasil dia nyantri selama sepuluh tahun. emangnya si pencuri itu mikir soal iman.

“Madun, Madun, kenapa musti kamu yang jadi korban.”
“Atau jangan-jangan pencuri itu bukan dari bangsa manusia. Mungkin dia menyukaimu karena kamu satu-satunya pemuda yang lulusan pesantren.”
Madun yang dipidatoi tetap diam. Dia memang selalu diam tiap kali nenek bicara, dan dia memang pendiam. Hanya dengan beberapa orang saja dia sedikit banyak bicara, tidak banyak, itu pun tentang satu topic. Bagaimana hukum melakukan ini dan itu, selalu tentang hukum apakah ini halal atau haram. Tak penting kusebutkan siapa orang itu.

Isu tentang makhluk halus yang suka dengan si Madun pun merebak. Kabarnya makhluk itu adalah bangsa jin. Dia adalah putri seorang raja jin. Putri itu anak tunggal, raja melarangnya bermain dengan anak-anak jin lain yang tak selevel, makanya ia kesepian. Dia mencuri sandal Madun karena ingin punya teman main. Ibu-ibu itu ada-ada saja, gosip memang lebih sedap kalau dibumbui. Semakin banyak bumbunya semakin sedap rasanya.

Suatu ketika ada syukuran di rumah pak Sukri. Madun yang anak pesantren tak pernah absen kalau ada acara begituan. Sebenarnya tidak cuma Madun, yang lain pun juga begitu. Apalagi kalau yang mengadakan syukuran orang kaya, beberapa hari sebelum syukuran sudah ada bisik-bisik ikan apa nanti yang dibuat berkatan.
Saat hampir masuk depan rumah, mata Madun menangkap sesuatu. Sandal. Bukannya sandal itu mirip sandalnya yang hilang dulu? Sandal hijau baru yang ditukar dengan sandal buntut. Baru ada lima sandal di depan, pintu berarti baru ada lima orang di dalam. Madun masuk memperhatikan wajah-wajah di dalam ruangan, Pak Sober yang sudah kepala lima, Pak Subur kakak Pak Sober, Wak Kholil yang sudah selalu bawa tongkat kemana-mana, Wak Nur yang sudah punya 10 cicit. Kurang satu orang.
Pasti diantara lima itu yang mencuri sandal Madun.
Selama membaca tahlil Madun terus memperhatikan keempat wajah itu dengan sesekali menoleh ke arah lain kalau si pemilik wajah merasa ada yang memperhatikannya sejak tadi. Heran, tua tua masih juga tidak insyaf. Batin Madun.
Madun tidak beranjak pulang, sampai seluruh ruangan benar-benar sepi dan tersisa satu orang, siapa lagi kalau bukan Wak Kholil lelaki tua yang selalu bawa tongkat kemana-mana. Madun terus memperhatikan Wak Kholil, pasti dia, pasti dia ingin sandal baru tapi cucu-cucunya tak ada yang membelikan.
Wak Kholil melangkahkan kakinya menuju sepasang sandal. Sandal warna merah. Tebakan Madun salah. Lalu, siapa yang memakai sandal ini. Percuma Madun sejak tadi menunggu lama sampai seluruh undangan bubar.
“Tumben, Dun. Tidak langsung pulang?”
“Ah. Gak papa bu,” Madun cuma senyum-senyum

Madun menceritakan tentang penemuannya pada sandal hijau baru miliknya pada sanga nenek. Nenek mengambil kesimpulan, pasti Pak Syukri, si pemilik hajatan, siapa lagi, siapa lagi yang masih di sana kalau bukan Pak Sukri dan istrinya.

Cerita tentang Pak Sukri yang mengambil sandal madun pun menjadi gosip paling top di kampong.
“Pak haji Sukri yang sawahnya berhektar-hektar itu?”
Orang-orang setengah tak percaya, mana mungkin orang setajir Pak Sukri mau-maunya curi sandal. Sudah haji lagi.

Esoknya Madun beli sandal baru, kali warna biru. Sandal hijau buntutnya sudah putus.
“Awa le, ati-ati lo, ojok sampe ilang mane.” Pesan nenek tiap kali Madun hendak ke musholla
Kali ini Madun tak salah bawa sandal, sandal yang dibawanya ke langgar sama dengan yang dibawa pulang. Nenek senang, Madun juga senang, nenek tak ngomel lagi.
Tapi sial, usia sandal Madun cuma satu minggu. Sandal itu raib setelah Madun kerjabakti bersama warga untuk acara Agustusan. Madun lupa kapan terakhir ia memakai sandal, ia baru sadar sandalnya tak ada saat akan pergi sholat ke langgar. Dan kabarnya Madun melihat sandalnya di depan rumah Yu Jum.
Madun beli sandal baru lagi. Dan sandalnya cuma tahan sampai lima hari. Pas jalan-jalan ia melihat sandalnya di depan rumah Pak Subur.

Cerita tentang sandal Madun yang sering hilang menjadi gosip yang paling sip. Cerita sandal kali ini lain, kalau dulu pencurinya satu korbannya banyak, sekarang kebalik pencurinya banyak korbannya cuma satu.
“Mungkin sandal Madun membawa berkah, makanya banyak orang mengincarnya,” ucap Mbok Nah yang sangat memegang teguh mitos.
“Ada benarnya, nah Pak Syukur kabarnya naik pangkat setelah mengambil Sandal Madun. Nah Pak Shobur anaknya yang di Malaysia datang membawa segepok uang untuk bapaknya. Terus Yu Jum, dagangannya langsung habis,” sambung yang lain menghubung-hubungkan
“Lalu Pak Rosyid, pencuri sandal Madun yang terbaru?” tanya yang lain.
“Ya… mungkin pas nyuri dia tidak baca basmalah, makanya gak berkah.” Tanggap yang lain lagi.
____


M. Khotim
Mahasiswa Fisipol jurusan Ilmu komunikasi UGM 
(alumnus PP Darul Ulum)

Jumat, 01 April 2011

Buletin ELV-ARMY edisi #1

Assalamualaikum Wr. Wb. Sedherek-sedherek. 
Seperti yang diberitakan sebelumnya (elehh. .), untuk mempererat silaturrahmi antar Elvarmy-ers, maka diusulkanlah buletin bulanan yang menampung karya teman-teman semua. Dan ini edisi perdana kita ;D
Tak lupa, kami kembali mengompori yang punya artikel mari ikut meramaikan blog elvarmy yaa. . 

Berikut lapsus-nya, yuk mari ke T.K.P.

 Hows Life Gan

Kehidupan di pondok sudah barang tentu beda dengan kehidupan di luar. Yang awalnya waktu di pondok tiap harii ketemu orang-orang yang sama. Setelah check out dari ma’had harus bertemu dengan orang-orang baru untuk menuntut ilmu lebih lanjut dan bekerja.  Jadi bagaimana opini teman-teman tentang kehidupannya yang sekarang?  Reportase aktual, tajam dan terpercaya ini dilakukan dengan metode sampling disertai polling yang mungkin karena kesibukan responden jadi sedikit amburadul. Maap sebelumnya.  ;D

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dianggap mempresentasikan apa yang dirasakan secara garis besar. Tapi bakal terlalu congkak kalau dijadikan generalisasi. Langsung saja kita menuju kategori pertama yang masih dihuni sebagian besar warga Elv-army. HELLYEAH. .MAHASISWA (TUA)

1.       Kuliah itu?

Ya belajar di kampus (teori/praktek) –Hanim Yuliana
Jawabannya nyaris seimbang karena memang kewajiban mahasiswa yang belajar, walau disamping itu softskill harus diasah dengan pengenalan potensi dan membangun jaringan. Tak lupa, menikmati hidup! =D
 2.       Skripsi itu?

Nokomen. Mayoritas kita memang dalam tahap ini, cukup tau laah gimana ribetnya proyek dan penelitian ;)

3.     Senengnya kuliah vs repotnya kuliah

Susahnya tugas dan menejemen waktu  –Haris F. Najib
‘Masuknya susah dan bayar mahal’ (semoga keluarnya gak pake susah, amiiiinn) Yap. .sama aja seperti yang lain setiap ada seneng pasti ada susah.  Just let it roll. 
  
4.      Betah kuliah gak?

Betah lah, bebas berpikir. kan kaum intelektual –Ali Anwar
5.     Setelah kuliah mau. . .
Seratus persen responden menjawab kerja (dulu, paling tidak), jadi gak perlu pie chart kaya di atas. Setelah itu jawaban lainnya seperti membuat lapangan usaha sendiri dan. . lamaraaan. ;D
- * -

Tidak terlalu jauh dari kategori pertama, kami telah menerima opini dari kategori kedua dengan kasta lebih tinggi karena faktor udah dapet duit bulanan, beli baju, gadget, semua-muanya pake duit sendiri sebagai FRESH GRADUATE WORKERS !


1.       Gaji pertama buat. .
Mandiri, beli semuamuanya pake duit sendiri, uhuy –Hastutik Munzayanah
2.       Enak kerja apa kuliah? kenapa?
sama aja asal dinikmati Sofia Fatkhurotin
3.       Pengen balik masa kuliah g?
Pengen tapi gak pake skripsi –Hastutik Munzayanah
Malah pengen balik ke jaman SMA, nyantri lagi di DU –Sofia Fatkhurotin

(Haaah?  Ini polling macam apa?!)

Tidak terlalu menggambarkan sebab warga Elvarmy yang sudah bekerja (dan bersedia dipolling, ehee) belum bisa tercover semuanya. Anyway (mengalihkan pembahasan), and this is the third category, THE FAMILY WOMAN! Tolong disimak baik-baik ya nak, karena mengandung pesan moral untuk para lajang yang tak tau arah tujuan. ;D

 Inilah wejangan dari para sahabat yang lebih beruntung dari kita. .


1.     Sakinah mawaddah warohmah itu. . .
Bila kita bisa menjadikan tentram suami / istri dan terciptanyarasa kasih sayang serta saling memahami antara suami dan istri –Maghfiroh

2.  Apa pertimbangan yang paling penting sebelum memutuskan untuk berkeluarga?

Kalo aku sih percaya menikah bukan nunggu kesiapan, tapi keyakinan. ketika kita udah yakin insyaallah langkah kita bakal dimudahkan n dilancarkan –Arika S Putri–

3.      Yang pertama dipikirkan kalo denger "tanggal muda"?
Belanja bulanan, bayar skul anak, bayar cicilan, bayar tagihan, gaji pegawai, nabung. . –Arika S Putri–  (responden gajian di tanggal tua ternyata –red)

4.      Pesan buat temen2 yang belum berkeluarga. . .
Kalo udah nemuain someone yang pas n buat kita yakin, mending cepet-cepet nikah. Usia pacaran tu gak jaminseberapa kenal kita ma pasangan ( kalau dah nikah pasti keliatan gimana aslinya). pacaran lama-lama juga nambah-nambahin dosa kan? –Arika S Putri
Jaga hatimu buat jodohmu kelak. jangan takut berkeluarga cz berkeluarga itu menyenangkan. –Maghfiroh

*hayoh loh dituturi ibuk*

Dan untuk pertanyaan terakhir ini terlalu kompleks untuk dibuat persentase, jika dibuat chart akan kehilangan esensi dan urgensinya. Jadiii jawaban dari para beberapa responden kami untuk pertanyaan terakhir. “Apa manfaat setelah lulus dari pondok Darul Ulum tercinta?”

relasi banyak dan jadi tau kalo keluarga gak sebatas hubungan darah. –Ali Anwar
banyak banget, mendapat bimbinganilmu agama islam dalam berbahai hal, menambah hafalan al-Quran, bisa berguru kepada kyai2, ustad2 dst. –Arif Setiawan
meskipun gak alim-alim amat tapi minimal bisa jaga diri lah, kalo diajakin diskusi antar agama sama temen kita ada dasarnya. terus orang luar nganggep DU mentereng loh. jadi bisa nebeng dikit-dikit –Yusufa Putri
sangat bermanfaat buat jaga diri sendiri. –Hastutik Munzayanah–
sangat banyak salah satunya menjadi keluarga Elvarmy DU2 –Maghfiroh
ada dari bayi anakku seneng banget kalo diajak solawatan, apa lagi ya?? bingung saya jawab soal satu ini. .ada pertanyaan lagi mbak?  –Arika S. Putri – 
Kalau masbro dan mbaksis gimana? apa manfaat nyantri buat anda sekalian gan? post ur comment ^^ 


Reports end. .semooga buletin ini bermanfaat. 

Selasa, 22 Maret 2011

Nostalgia dan Tawaran Berkarya

Bangun tidur, sebelum memulai aktivitas, sebagian diantara kita ada  yang mesti menyalakan televisi terlebih dahulu. Tawarannya pun beragam, menonton cuplikan pertandingan seperti di lensa olahraga, sport pagi, dll (kebiasaan pas SMA, terutama kelas cowo-hehe). Atau mungkin menyaksikan acara memasak dan gosip bagi kaum hawa. Bagi sebagian yang lain, waktu pagi bisa menjadi saat yang menyegarkan untuk belajar, supaya benar-benar siap kuliahnya, baca-baca, nderes (ini kebiasaan si rajin, anda termasuk? :P).

Selanjutnya, kita pun memulai ragam kesibukan. Kuliah, jalan-jalan, dan sebagainya. Beranjak siang, seolah menjadi waktu yang tepat untuk beristirahat sejenak; tidur, nge-game, sekiranya menjadi sekian pilihan bagi yang tidak ada jadwal kuliah siang.

Ketika sore menjelang, sebelum magrib tepatnya, bagi yang aktivis kampus tentu pantang untuk langsung pulang ke kosan. Alasannyapun beragam; ngobrol-ngobrol tentang organisasi, olahraga, dan macam-macamlah kegiatan di kampus tatkala jadwal kuliah telah usai.

Menjelang malam hari, tentu menjadi hal yang istimewa bagi para pecandu tempat-tempat tongkrongan. Mulai dari warung lesehan pinggir jalan, hingga yang café dan restaurant menjadi alternatif untuk sekedar kumpul teman ataupun pacar. Selain, belajar dan tidur.

Hmmm… begitu padatnya apa yang kita lakukan selama satu hari. Detik demi detik kita jalani, dan sang waktu terus melaju membawa kita kealam sejarah. Masa lalu, kita menyebutnya begitu! Namun, pernahkah sejenak bagi kita untuk mengingat kembali apa yang telah kita alami? Oke, mungkin muncul pertanyaan, “Buat apa? Toh kita terus melangkah ke depan, jadi perjalan ke masa lalu sama halnya buang-buang waktu, donk.”

Eit, tunggu dulu kawan… Pendapat demikian tidaklah keliru, tapi alangkah lebih bijaknya kalau kita tidak buru-buru menghakimi bahwa mengingat-ingat masa lalu itu sia-sia. Terlebih dari ‘ziarah’ masa lalu kita dapat memperoleh banyak pelajaran untuk dijadikan cerminan masa depan.

Lebih-lebih kita tidak hanya bernostalgia. Mau bukti? Ya… ya… ya… coba kita sama-sama lihat foto-foto pas lagi bareng-bareng teman, atau cobalah buka-buka BT, tentu mau-ga mau kita meringis, senyum-senyum sendiri. Alangkah indahnya saat itu. Atau bagi yang punya kenangan buruk, bisa-bisa wajah berubah merah karena suasana kala itu. So, alangkah berharganya waktu-waktu yang telah kita lalui bersama dan kelewat sayang untuk dilupakan.

Nah, sampai disini muncullah inisiatif dan menjadi masukan bagi saudara-saudara Elvarmy. Mari kita berbagi cerita, ide, dan bertukar pikiran melalui tulisan sekaligus dalam rangka mengumpulkan kembali kepinngan-kepingan masa lalu. Setidaknya, upaya ini penting dilakukan dalam rangka perjuangan melawan lupa. Jadi, jangan sampai blog ini punah karena kehabisan ‘bahan bakar’ postingan.

Diantara kita, pasti banyak yang mempunya bakat-bakat terpendam untuk sekedar menuliskan sebuah karangan. Cerpen, puisi, dan ide-ide lainnya yang sesuai dengan keilmuan yang kita peroleh cukup menarik jika dishare bersama. Ga usah takut salah, karena kita semua sama-sama belajar.

Oleh sebab itu, biar tidak bertele-tele, mari ramaikan rumah dunia maya kita ini.

Salam silaturahmi ala Elvarmy


Kutupatran, 22 Maret 2011 I 00.35